SYAIR PUJIAN ISLAM COCOK UNTUK RAMADHAM TAHUN INI

-

 Solat Limang Wektu

Gusti Kanjeng Nabi Lahir Ono Ing Mekah

Dinane Isnen Rolas Maulud Tahun Gajah

Ingkang Ibu Asmane Siti Aminah

Ingkang Room Asmane Sayyid Abdullah

 

Ayo Poro Konco Podo Jama’ah Solat

Ganjarane Pitulikur Derajat

Kangge Sangu Benjang Dinten Qiyamat

Supoyo Kito Wilujeng Donyo Akhirat

 

Ayo Poro Konco Berjama’ah Sholat Isya’

Angelingono Yen Donyane Arep Rusak

Poro Sedulur Kabeh Ayo Dho Diajak

Supoyo Besuk Uripe Biso Kepenak

 

Ayo Poro Konco Berjama’ah Holat Subuh

Angelingono Yen Donyane Arep Rubuh

Zamane Wus Akhir Donyane Akeh Pakewuh

Akeh Manungso Gak Manut Karo Pituduh

 

Ayo Poro Konco Berjama’ah Shoal Dhuhur

Angelingono Yen Donyane Bakal Hancur

Amalo Sholeh Kanggo Sangu Menyang Kubur

Wong Kang Duroko Disikso Sampek Ajur

 

Ayo Poro Konco Berjama’ah Sholat Ashar

Supoyo Besuk Ing Akhirot Gak Kesasar

Bakale Kumpul Ono Oro-Oro Mahsar

Rasane Getun Wong Kang Seneng Amal Munkar

 

Ayo Poro Konco Berjama’ah Sholat Magrib

Ono Kiwo Tengen Kito Ono Atid Roqib

Nyateti Amale Manungso Kang Isih Urip

Mulo Ayo Solat Fardu Lan Sunat Rowatib

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANDIWARA RADIO TUTUR TINULAR

-
Tutur Tinular adalah judul sebuah sandiwara radio yang sangat legendaris karya S. Tidjab. Kisah ini menceritakan tentang perjalanan hidup dan pencarian jati diri seorang pendekar yang berjiwa ksatria bernama Arya Kamandanu akan keagungan Tuhan Yang Maha Esa, suatu kisah dengan latar belakang sejarah runtuhnya Kerajaan Singhasari dan berdirinya Kerajaan Majapahit. Tutur Tinular sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti "nasihat atau petuah yang disebarluaskan". Sandiwara radio ini pertama kali mulai disiarkan pada 1 Januari 1989 dan dipancarluaskan lebih dari 512 stasiun radio di seluruh Indonesia, yang tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia PRSSNI. Adapun judul-judul episodenya adalah sebagai berikut : Pelangi di Atas Kurawan, seri 1-30 (bulan ke-1) Kisah dari Seberang Lautan, seri 31-60 (bulan ke-2) Daun-Daun Bersemi Lagi, seri 61-90 (bulan ke-3) Kemelut Cinta di Atas Noda, seri 91-120 (bulan ke-4) Perguruan Lopandak, seri 121-150 ...
Baca selengkapnya

BIOGRAFI KI H ANOM SUROTO

-
Gambar
Ki H Anom Suroto ANOM SUROTO, H, (1948 – ), dalang Wayang Kulit Purwa, mulai terkenal sebagai dalang sejak sekitar tahun 1975-an. Ia lahir di Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu Legi 11 Agustus 1948. Ilmu pedalangan dipelajarinya sejak umur 12 tahun dari ayahnya sendiri, Ki Sadiyun Harjadarsana. Selain itu secara langsung dan tak langsung ia banyak belajar dari Ki Nartasabdo dan beberapa dalang senior lainnya. Dalang laris itu juga pernah belajar di Kursus Pedalangan yang diselenggarakan Himpunan Budaya Surakarta (HBS), belajar secara tidak langsung dari Pasinaon Dalang Mangkunegaran (PDMN), Pawiyatan Kraton Surakarta, bahkan pernah juga belajar di Habiranda, Yogyakarta. Saat belajar di Habiranda ia menggunakan nama samaran Margono. Pada tahun 1968, Anom Suroto sudah tampil di RRI (Radio Republik Indonesia), setelah melalui seleksi ketat. Tahun 1978 ia diangkat sebagai abdi dalem Penewu Anon-anon dengan nama Mas Ngabehi Lebdocarito. Tahun 1995 ia memperolah Satya ...
Baca selengkapnya

LAKON WAYANG KULIT Wahyu Cakraningrat

-
Gambar
Cerita Wahyu Cakraningrat adalah bercerita tentang upaya tiga orang satria yaitu, Raden Lesmono Mandrakumara, Raden Sombo Putro dan Raden Abimayu yang berebut untuk mendapatkan kekuasaan. Ketiganya sama-sama berambisi besar menjadi Ratu. Untuk itu, mereka harus bertarung dan mendapat gelar ”Wahyu Cakraningrat”. Namun mendapatkan Wahyu Cakraningrat tidaklah mudah karena sejumlah syarat harus dipenuhi agar Wahyu Cakraningrat bisa majing atau sejiwa dengan satria terpilih. Adapun syarat yang harus dipenuhi adalah: mampu handayani (membuat contoh yang baik) kepada rakyat, berpegang pada kejujuran, mampu memberikan keteladanan, mampu memberikan rasa tenteram kepada rakyat, mampu memberi rasa kasih sayang pada rakyat, mempunyai perilaku amanah, mampu merekatkan seluruh rakyat tanpa memandang latar belakang, agama, ras dan budaya, serta harus peduli terhadap lingkungan. Raden Lasmana Mandrakumara ingin memiliki Wahyu Cakraningrat, dan dia harus bertapa di hutan Gangga Warayang. Pada...
Baca selengkapnya